ABDULLAH BIN HUDZAFAH AS—SAHMY
Salam semua.
Post hari ini berkisar tentang tokoh lagi.
Selamat membaca.
^_^
“Sepantasnyalah setiap kaum muslimin mencium kepada ‘Abdullah bin Hudzafah.
Nah Aku yang memulai !“ (‘Umar bin Khatbthab).
Pahlawan yang kita kisahkan ini, sahabat Rasulullah saw. bernama: ‘ABDULLAH BIN HUDZAFAH AS—SAHMY.
Sebelumnya sejarah melewatkannya begitu saja, seperti milyunan orang-orang ‘Arab lainnya. Tetapi Islamlah yang kemudian menugaskan ‘Abdullah bin Hudzhafah menemui dua orang raja besar dunia pada zamannya, yaitu Kisra, Maharaja
Pertemuan ‘Abdullah bin Hudzafah dengan Kisra, Maharaja
Rasullulah saw. telah memperhitungkan resiko yang mungkin timbul dalam pekerjaan penting ini.
Memang suatu tugas yang berat dan berbahaya. Pergi ke
Seperti biasa, mula-mula Rasulullah saw. memuji Allah swt. dan membaca tasyahhud. Sesudah itu beliau berkata:
“Sesungguhnya aku telah merencanakan hendak mengirim beberapa orang di antara kalian kepada raja raja ‘Ajam. Karena itu janganlah kalian menolak gagasan ku, seperti Bani Israil menolak gagasan Isa bin Maryam.”
Jawab para sahabat, “Kami senantiasa siap melaksanakan segala perintah Rasulullah. Kami bersedia dikirim ke. mana saja dihendaki Rasulullah.”
Rasulullah menunjuk enam orang sahabat untuk menyampaikan
‘Abdullah bin Hudzafah telah menyiapkan kendaraannya untuk berangkat. Anak-anak dan keluarganya dititipkannya kepada para sahabat. Kemudian dia berangkat ke tujuan, mengemban tugas dan Rasulullah dengan semangat dan tanggung jawab penuh. Gunung yang tinggi didakinya; lurah yang dalam dituruninya. Dia benjalan seorang diri, tiada berteman selain Allah swt.
Akhirnya ‘Abdullah bin Hudzafah tiba di ibu
Kisra memanggil segala pembesar supaya hadir ke majlis Kisra. Kemudian Kisra mengizinkan ‘Abdullah bin Hudzafah masuk menghadap baginda di majlis yang serba gernilang itu.
‘Abdullah menghadap dengan pakaian sederhana, seperti kesederhanaan orang-orang Islam, tetapi kepalanya tegak, jalannya tegap. Dalam tulang belulangnya mengalir keperkasaan Islam. Di dalam hatinya menyala kekuasaan Iman.
Tatkala Kisra melihat ‘Abdullah menghadap, dia memberi isyarat kepada pengawal supaya menenima
Kata ‘Abdullah, “Jangan...! Rasulullah memerintahkan supaya memberikan
Kata Kisra kepada pengawal, “Biarkan dia mendekat kepadaku!”
‘Abdullah menghampiri Kisra, kemudian
“Dan Muhammad Rasulullah, kepada Kisra, Maharaja Kisra.
Berbahagialah siapa yang mengikut petunjuk....”
Baru sampai di situ sekretaris membaca
Kisra berteriak, “Berani-berani dia menulis seperti itu kepadaku....! padahal dia budakku...!”
Lalu diperintahkannya mengusir ‘Abdullah bin Hudzafah dari majlis.
‘Abdullah bin Hudzafah keluar dan Majlis Kisra. Dia tidak mengetahui apa yang akan terjadi pada dirinya sesudah itu. Mungkin dia akan dibunuh dan mungkin pula akan tetap hidup di dunia bebas. Tetapi tidak lama ‘Ab dullah berpikiran begitu, ia pun berkata kepada dirinya sendiri, ‘Demi Allah! Aku tidak peduli apa pun yang akan terjadi. Yang penting tugas yang dibebankan Rasulullah kepadaku telah kulaksanakan dengan baik. Surat Rasulullah telah kusampaikan ke tangan yang bersangkutan.”
Lalu dengan sgap dia melompat naik kendaraannya, dan berpacu secepat-cepatnya.
Setelah kemarahan Kisra Abrawiz agak mereda, diperintahkannya pula para pengawal supaya menghadapkan ‘Abdullah kembali. Tetapi ‘Abdullah sudah tidak ada di tempat.
Setibanya ‘Abdullah di hadapan Rasulullah, dilaporkannya segala kejadian yang dilihat dan dialaminya, dan perbuatan Kisra menyobek
Mendengar laporan ‘Abdullah, Rasulullah berkata ‘
(Semoga Allah menyobek-nyobek kerajaannya pula!)
Kisra menulis
Badzan segera melaksanakan perintah Maharaja
Badzan memerintahkan pula kepada kedua utusannya supaya menyelidiki dengan seksama di mana Rasulullah berada, agar teliti dalam segala urusan, dan supaya melapor kepadanya sewaktu-waktu.
Kedua utusan Badzan segera berangkat. Maka dalam tempo singkat keduanya telah sampai di Thaif. Di
Kemudian para pedagang itu meneruskan perjalanan mereka ke Makkah. Setibanya di Makkah, mereka menyiarkan berita gembira kepada penduduk Makkah. Kata mereka, “Tenanglah kalian...! Kisra akan membunuh si Muhammad, dan melindungi kalian dan kejahatannya.”
Kedua utusan Badzan terus ke Madinah. Mereka langsung menemui Rasulullah dan menyampaikan
Kata mereka, Kisra, Maharaja
Rasulullah saw. tersenyum-senyum mendengar perkataan utusan Badzan.
Beliau berkata kepada mereka, “Sebaiknya Tuan-tuan beristirahat lebih dahulu sampai besok. Besok pagi Tuan tuan boleh kembali ke sini!”
Besok pagi kedua utusan itu datang kembali menemui Rasulullah, sesuai dengan janji.
Kata mereka, “Sudah siapkah Anda berangkat bersama-sama dengan kami menemui Kira?”
Jawab Rasulullah, ‘ tidak dapat lagi bertemu dengan Kisra sesudah hari ini Kisra telah dibunuh oleh anaknya sendiri “Syirwan”, pada jam sekian, detik sekian, hari dan bulan itu.”
Kedua utusan Badzan melihat wajah Rasulullah saw. dengan mata terbelalak keheranan.
“Sadarkah Anda dengan ucapan Anda?” tanya mereka. “Bolehkan kami tulis ucapan Anda itu untuk Badzan?”
“Silakan...! Bahkan boleh Tuan-tuan tambahkan, bahwasanya agamaku akan mencapai seluruh kawasan kerajaan Kisra. Jika Badzan masuk Islam, maka wilayah yang berada di bawah kekuasaannya akan saya serahkan kepadanya. Kemudian Badzan sendiri kuangkat menjadi raja bagi rakyatnya.” jawab Rasulullah yakin.
Kedua utusan Badzan meninggalkan Rasulullah saw. Mereka kembali menghadap Badzan. Mereka melapor kepada Badzan pertemuannya dengan Rasulullah saw., dan menyampaikan pesan beliau kepadanya.
Kata Badzan, “Jika apa yang dikatakan Muhammad itu benar, sesungguhnya dia seorang Nabi. Jika tidak, ucapannya itu hanya mimpi belaka.”
Tidak berapa lama kemudian, tibalah
Kata Syirwan, “Kisra telah saya bunuh. Aku terpaksa membunuhnya karena dia menindas rakyat kami.
Selesai membaca
Itulah kisah pertemuan ‘Abdullah bin Hudzafah As Sahmy dengan Kisra, Maharaja
Nah...! Bagaimana pula kisah pertemuannya dengan Kaisar Agung, Maharaja Rum?
Pertemuan ‘Abdullah bin Hudzafah As Sahmy dengan Kaisar Agung, terjadi pada masa pemerintahan Khalifah ‘Umar bin Khaththab Al Faruq. Kisahnya merupakan kisah yang amat mengagumkan.
Pada tahun kesembilan-belas Hijriyah, Khalifah ‘Umar mengirim angkatan perang kaum muslimin memerangi kerajaan Rum. Dalam pasukan itü terdapat seorang perwira senior, ‘Abdullah bin Hudzafah As Sahmy,
Kaisar Rum telah mengetahui keunggulan dan sifat-sifat tentara muslimin. Sumber kekuatan mereka ialah Iman yang membaja, dan kedalaman ‘aqidah, serta kebera nian mereka menghadang maut. Mati fisabifflah menjadi tekad dan cita-cita hidup mereka.
Kaisar memerintahkan kepada para perwiranya, “Jika kalian berhasil menawan tentara muslimin, jangan kalian bunuh mereka. Tetapi bawa ke hadapanku!” Ditakdirkan Allah, ‘Abdullah bin Hudzafah tertawa. ‘Abdullah dibawa mereka ke hadapan Baginda Kaisar.
Kata mereka, “Tawanan ini adalah sahabat Muhammad. Dia termasuk sahabat senior, dari kelompok yang pertama-tama masuk Islam. Dia tertawan, lalu kami bawa ke hadapan Paduka.”
Lama juga kaisar memperhatikan ‘Abdullah bin Hudzafah. Sesudah itu baru dia berkata, “Saya hendak menawarkan sesuatu kepada engkau.”
“Apa yang hendak Anda tawarkan?” tanya Abdullah.
‘Maukah engkau masuk agama Nasrani? Jika engkau mau, saya bebaskan engkau, kemudian saya beri pula hadiah besar,” kata Kaisar.
‘Abdullah bernafas dalam-dalam, lalu menjawab:
‘Yaah ...., aku lebih suka mati seribu kali daripada menerima tawaran Anda,” kata ‘Abdullah mantap.
Kata Kaisar, “Saya lihat engkau seorang perwira yang pintar. Jika engkau mau menerima tawaranku, saya angkat engkau menjadi pembesar kerajaan, dan saya bagi kekuasaan saya dengan engkau.”
‘Abdullah yang diborgol itu tersenyum. Kemudian ia berkata: “Demi Allah! Seandainya Anda berikan kepadaku semua kerajaan Anda, ditambah dengan semua kerajaan ‘Arab, agar aku keluar dari agama Muhammad agak sebentar saja, niscayalah aku tidak dapat menerimanya.”
Kata Kaisar, “Kalau begitu, saya bunuh engkau!”
Jawab ‘Abdullah, “Silakan...! Lakukanlah sesuka Anda!”
‘Abdullah disuruhnya ikat di kayu salib. Kemudian diperintahkannya tukang panah memanah lengan ‘Abdullah.
Sesudah itu Kaisar bertanya, “Bagaimana...? Maukah engkau masuk agama Nasrani?”
“Tidak!” kata ‘Abdullah.
‘Panah kakinya!” perintah Kaisar.
Maka dipanah orang pula kakinya.
“Nah! Maukah engkau pindah agama?” tanya Kaisar membujuk
‘Abdullah tetap menolak.
Sesudah itu Kaisar menyuruh hentikan siksaan dengan panah, lalu ‘Abdullah diturunkan dari tiang salib. Kemudian Kaisar meminta sebuah kuali besar, lalu dituangkan minyak ke dalam dan diletakkan orang di atas tungku berapi. Setelah minyak menggelegak, Kaisar meminta dua orang tawanan muslim. Seorang di antaranya disuruh nya lemparkan ke dalam kuali. Sebentar kemudian, daging orang itu hancur sehingga keluar tulang belulangnya.
Kaisar menoleh kepada ‘Abdullah, dan membujuknya masuk Nasrani. Tetapi ‘Abdullah menolak lebih keras. Setelah Kaisar putus asa, diperintahkannya melemparkan ‘Abdullah ke dalam kuali. Ketika pengawal menggiring ‘Abdullah ke dekat kuali, ‘Abdullah menangis.
Kaisar menduga, tentu ‘Abdullah menangis karena takut mati.
Kata Kaisar, “Bawa dia kembali kepadaku!”
‘Abdullah berdiri kembali di hadapan Kaisar.
Kaisar menanyakan apakah ‘Abdullah mau menjadi Nasrani. Dengan Iman yang kokoh kuat, ‘Abdullah tetap menolak bujukan Kaisar.
Kata Kaisar, “Celaka...! Mengapa engkau menangis?”
Jawab Abdullah, “Aku menangis karena keinginanku selama ini tidak terkabul. Aku ingin mati di
“Maukah engkau mencium kepalaku? Nanti kubebaskan engkau!” kata Kaisar dengan angkuh.
Jawab Abdullah, “bebas beserta semua kawan-ka wanku tawanan muslim?”
Jawab Kaisar, “Ya, saya bebaskan engkau berserta semua tawanan muslim.”
‘Abdullah berpikir sejenak, “Aku harus mencium kepala musuh Allah. Tetapi aku dan kawan-kawan yang tertawan bebas. Ah.. tidak ada ruginya.”
“Abdullah menghampiri Kaisar, lalu diciumnya kepala musuh Allah itu.
Sesudah itu Kaisar memerintahkan para pengawal mengumpulkan semua tawanan muslim untuk dibebaskan dan diserahkan kepada ‘Abdullah bin Hudzafah.
Setibanya ‘Abduflah bin Hudzafah di hadapan Khalifah ‘Umar bin Khaththab, dilaporkannya kepada beliau semua yang dialaminya serta pembebasannya berikut sejumlah tentara muslimin yang tertawan. Khalifah sangat gembira mendengarkan laporan ‘Abdullah. Ketika Khalifah memeriksa prajurit muslim yang tertawan dan bebas bersama-sama ‘Abdullah, beliau berkata, “Sepantasnyalah setiap orang muslim mencium kepala ‘Abdullah bin Hudzafah. Nah...! Aku yang memulai....!”
Khalifah berdiri seketika itu juga, lalu mencium kepala ‘Abdullah bin Hudzafah As Sahmy.
0 luahan hati:
Post a Comment
sape nk comment sila klik disini